Monday, March 29, 2010

Budaya Paskah (Bagian 1): Telur Paskah

Beberapa hari lagi Jumat Agung dan Paskah menjelang.
Semakin terasa suasana kemenangan karena pada Jumat Agung Yesus menyerahkan nyawaNYA sebagai gantiku dan Paskah Yesus menang melawan maut, sehingga otomatis aku yang percaya padaNYA beroleh bagian dalam kehidupan kekal.
Yang menjadi pertanyaan di dalam kepalaku mengapa justru telur dan kelinci yang menjadi ikon Paskah?
Mengapa bukan salib? Mengapa bukan mahkota duri?
Aku mencoba searching di google dan ini adalah kesimpulan dari hasil googlingku.
Kali ini yang aku coba jabarkan adalah mengenai kebudayaan telur paskah.

Telur paskah berasal dari tradisi kesuburan kaum Indo-Eropa dalam menyambut musim semi. Orang Persia
saling menghadiahkan telur pada saat musim semi yang menandakan dimulainya tahun yang baru. Tradisi ini begitu melekat sehingga sulit dihapus karena memang Paskah biasanya jatuh pada awal musim semi.

Telur dipakai menjadi simbol musim semi karena telur adalah simbol kesuburan. Nama "Easter" sendiri diambil dari nama dewa musim semi - Eostre. Selain itu ada alasan yang sangat praktis menjadikan telur sebagai tanda istimewa Paskah, yaitu karena dulu telur merupakan salah satu makanan pantang selama Masa Prapaskah. Sehingga pada masa Paskah, jumlah telur yang ada sangat banyak.

Tradisi menyembunyikan telur-telur paskah dimulai di Inggris pada abad ke-18. Menurut legenda, hanya anak-anak yang berkelakuan baik yang akan mendapat telur warna-warni di atas jerami yang mereka taruh di dalam topi mereka bersama hadiah-hadiah lain. Kebiasaan ini berakar kuat di Jerman di mana telur-telur disebut Dingeier (telur-telur yang dihutang). Sehingga berkembanglah berbagai macam pantun di Perancis, Jerman, Austria dan Inggris, di mana anak-anak, bahkan hingga sekarang, menuntut telur-telur Paskah sebagai hadiah mereka.

Di beberapa daerah di Irlandia, anak-anak mengumpulkan telur-telur angsa dan bebek sepanjang Pekan Suci, untuk diberikan sebagai hadiah pada Minggu Paskah. Sebelumnya, pada Minggu Palma, mereka membuat sarang-sarang kecil dari batu, dan sepanjang Pekan Suci mereka mengumpulkan sebanyak mungkin telur, menyimpannya dalam sarang-sarang batu mereka yang tersembunyi. Pada Minggu Paskah, mereka memakan semuanya, membaginya dengan anak-anak lain yang masih terlalu kecil untuk mengumpulkan telur-telur mereka sendiri.

Orang-orang dewasa juga memberikan telur-telur sebagai hadiah di Irlandia. Jumlah telur yang akan dihadiahkan ditentukan menurut peribahasa kuno di kalangan rakyat Irlandia: Satu telur untuk pria sejati; dua telur untuk pria terhormat; tiga telur untuk yang miskin; empat telur untuk yang termiskin/pengemis

Pada abad pertengahan, Raja Edward I dari Inggris (1307) memerintahkan agar 450 butir telur direbus menjelang Paskah, diberi warna atau dibungkus dengan daun keemasan kemudian dibagi-bagikan kepada seluruh anggota keluarga kerajaan pada Hari Raya Paskah.

Di kebanyakan negara, telur-telur diberi warna polos dengan pewarna dari tumbuh-tumbuhan. Di kalangan orang Kasdim, Suriah dan Yunani, umat Eastern Ortodhox Church saling menghadiahkan telur-telur berwarna merah yang menyimbolkan darah Kristus. Di daerah-daerah di Jerman dan Austria, hanya telur-telur berwarna hijau saja yang dipergunakan pada Hari Kamis Putih, tetapi telur-telur yang berwarna-warni dipergunakan selama perayaan Paskah. Orang-orang Slavia membuat pola-pola istimewa dengan emas dan perak.

Tradisi telur Paskah berkembang di antara bangsa-bangsa Eropa Utara dan di Asia. Tetapi, di Eropa Selatan dan juga di Amerika Selatan, tradisi telur Paskah tidak pernah menjadi populer.

Membagi-bagikan telur pada Perayaan Paskah akhirnya dapat diterima oleh gereja karena telur memberikan makna religius: adanya kehidupan, di mana Yesus memberikan hidup baru melalui kebangkitanNYA.

0 comments:

Post a Comment