Monday, June 28, 2010

Foot Note: Benteng Somba Opu - Makassar

Lanjut entryku sebelumnya mengenai acara jelajah kota Makassar beberapa waktu yang lalu. Rupanya ada yang ketinggalan.

Ini adalah salah satu situs sejarah peninggalan Sultan Hasanuddin. Benteng ini dibangun pada abad ke-16 pada saat masa penjajahan Belanda. Situs sejarah ini letaknya di ujung kota Makassar, kira-kira 20 menit perjalanan dengan mobil dari tengah kota. Melewati sebuah jembatan yang membelah sebuah sungai yang dipenuhi tanaman enceng gondok. Lalu masuk ke perkampungan nelayan kurang lebih selama 5 menit.

Terdapat papan nama yang menyatakan aku sudah mencapai lokasi situs Benteng Somba Opu. Jalan menuju lokasi Benteng Somba Opu kurang terawat, di kanan kiri jalan rumput liar tumbuh dengan suburnya dan sedikit lubang dan gelombang. Jalur masuknya bisa dilalui oleh 2 mobil. Di tengah area situs, jalan menyempit seukuran 1 mobil, kemudian melebar kembali.

Di kiri kanan jalan terdapat gedung yang sering dipakai untuk pameran. Cukup mengherankan juga terdapat gedung pamer di lokasi yang lumayan terpencil seperti itu, cuma berdasarkan nara sumberku tempat itu ramai setiap kali ada even.

Terdapat juga beberapa rumah adat Sulawesi Selatan (termasuk rumah adat Toraja) yang hampir mirip satu sama lainnya. Hanya berbeda pada bentuk teras, atap, atau tangga. Uniknya setiap rumah-rumah adat tersebut disewakan untuk acara gathering kecil-kecilan. Mahasiswa di Makassar kadang kala menggunakan fasilitas ini dengan tentunya memberikan uang jasa untuk penjaga rumah-rumah adat tersebut.

Setelah melewati rumah-rumah adat itu, akhirnya tibalah aku di lokasi Benteng Somba Opu. Tidak seperti kebanyakan situs wisata, tidak ada loket karcis masuk di tempat ini alias gratis. Benteng ini belum selesai di"temu"kan karena baru sebagian kecil saja yang baru muncul ke permukaan. Konon benteng ini terpendam di dalam tanah. Berbentuk persegi dengan rumah raja-raja pada bagian tengahnya. Sedangkan yang baru selesai ditemukan adalah yang seperti aku foto. Bagian belakang benteng langsung dibatasi oleh sungai.


Terik panas matahari menembus sampai lapisan jaket yang aku kenakan. Maklumlah aku mengunjungi situs ini pada tengah hari. Tapi semua itu tidak terlalu aku hiraukan, karena aku sedang asyik dengan imajinasiku akan kokohnya benteng ini pada abad ke-16. Batu bata yang disusun menjadi tembok kokoh, rekat satu sama lain tanpa lapisan semen. Semuanya diperhitungkan dengan jeli, termasuk saluran air di dalam dan sekeliling benteng. Luar biasa!

Rupanya bukan aku saja yang terpesona akan tempat ini. Sewaktu aku ke sana, ada sepasang muda mudi yang sedang mengabadikan potret diri mereka menjelang pernikahan di lokasi itu. Hmm....keren!


Catatan khusus:
  • Karena tempat ini lumayan terisolir, lebih baik membawa perbekalan (tidak ada pedagang kaki lima sama sekali)
  • Lebih baik menggunakan kendaraan pribadi atau sewa kendaraan daripada menggunakan fasilitas kendaraan umum (angkot ataupun taxi) karena lokasi jauh dari jalan utama

Thursday, June 10, 2010

Warning: Sedang Tertekan


Sedang tertekan...pilihan kata yang tepat untuk hal yang sedang aku rasakan pada saat ini. Masalah demi masalah silih berganti, bertubi-tubi menghantamku dalam periode waktu yang singkat. Pfffttt, berat!
Aku bersyukur aku masih bisa berdiri dengan kepala tegak menatap ke depan. Aku sangat bersyukur punya Tuhan, keluarga, dan sahabat-sahabat yang menguatkan dan meneguhkan aku pada saat aku sedang down seperti saat ini. Sekarang aku hanya membayangkan aku sedang diuji seperti Ayub. Apa aku sanggup bertahan ketika semua tuduhan mengarah kepadaku?

Masalah pertama datang 2 hari yang lalu. Aku menerima sms dari mama bahwa kakakku yang mengadu nasib di Jakarta harus opname dikarenakan pendarahan dan HBnya hanya 4,8. Aku kalang kabut mencari tiket ke Jakarta untuk mama pada hari itu juga. Untunglah akhirnya dapat. Uang yang baru saja aku peroleh, langsung raib untuk biaya pengobatan.

Seiring dengan keberangkatan mama ke Jakarta, otomatis kedua buah hatiku tidak ada yang menjaga karena memang kami tidak memiliki seorang pembantu. Maka aku mengajukan ijin tidak bekerja untuk keesokan harinya. Siang harinya aku menerima telepon dari salah satu personel perusahaan yang menyampaikan ultimatum: kerja atau keluarga. Hal yang sangat mengejutkan mengingat selama durasi 10 tahun bekerja pada perusahaan, aku baru 1 kali mengajukan cuti (di luar ijin sakit dan cuti melahirkan tentunya). Bahkan pada saat sakit, aku tetap bekerja, kecuali jika aku sudah tidak dapat bangkit dari tempat tidur. Aku sontak pontang-panting mencari PRT, baby sitter, ataupun TPA. Puji Tuhan, semuanya seperti telah diatur oleh Tuhan Yesus sehingga aku mendapatkan orang yang bisa kupercaya untuk menjaga anak-anakku.

Masalah ketiga baru aku ketahui pada hari ini sewaktu aku kembali bekerja. Salah seorang sahabat dan rekan kerjaku menceritakan mengenai kejadian sehari sebelumnya di mana dia dipanggil secara khusus untuk menjawab beberapa pertanyaan pribadi mengenai aku. Oh Tuhanku...begitu buruk pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Aku merasa seperti ditikam dengan pisau tepat di jantungku. Apa yang sebenarnya terjadi? Aku tidak melakukan seperti yang dituduhkan. Siapa penyebar berita itu?

Walau aku terlahir sebagai seorang yang cuek, tetap keadaan ini membuatku tertekan. Walau tampak tegar di luar, tetap aku butuh bahu untuk menangis. Walau kelihatan tidak membawa dampak apa-apa padaku, aku merasa luluh lantak di dalam.

Kuatkan aku, ya, Yesusku. Hanya padaMu aku temukan kekuatan dan ketenangan. Hanya Engkau yang menyediakan seluruh jawaban, aku hanya perlu datang dan bertelut padaMu. Selamatkan aku dari segala kekusutan ini. Amin.

Thursday, June 3, 2010

Foot Note: Tour Rally Semarang - Ambarawa (29 Mei 2010)

Aku rasa kali ini aku sangat tepat dalam memberikan judul Foot Note-ku karena memang sebagian besar spot-spot wisata di Ambarawa dan Semarang aku kunjungi dalam 1 hari saja....10 tempat wisata sekaligus! Bisa dibayangkan betapa melelahkannya perjalananku kali ini.

Goa Maria Kerep

Tempat doa ini terletak di Kab. Ambarawa (kisaran 2 jam perjalanan dengan mobil dari Semarang). Berbeda dengan Goa Maria Pohsarang - Kediri yang pernah aku kunjungi sebelumnya, Goa Maria Kerep lebih kecil. Begitu turun dari kendaraan yang kutumpangi, aku langsung disambut ibu-ibu penjual lilin dan bunga segar potong untuk dipersembahkan di altar Bunda Maria.

Suasana Goa Maria Kerep pada saat itu cukup ramai. Ada beberapa rombongan dari luar kota yang datang berkunjung untuk berziarah. Selain itu, ada juga rombongan anak-anak TK yang mengadakan kebaktian padang di sana.

Letaknya yang di daerah berbukitan membuat udara di Goa Maria Kerep sejuk dan pada saat berdoa sayup-sayup terdengar suara arus air sungai yang mengalir. Benar-benar menciptakan suasana yang hening untuk berdoa.

Museum Kereta Api

Museum ini terletak 12 Km dari Goa Maria Kerep. Museum ini dahulunya merupakan sebuah stasiun yang dibangun oleh Willem I untuk memudahkan transportasi, oleh karenanya museum ini juga dikenal dengan sebutan stasiun Willem I.

Museum terbagi menjadi 3, yakni: lorong kiri, bangunan pada bagian tengah, dan lorong kanan. Pada lorong kanan terdapat belasan gerbong kereta api kuno yang ditata sedemikian rupa sehingga menarik untuk dijadikan obyek fotografi. Pada bagian tengah yang berupa bangunan, difungsikan menjadi ruang pamer museum (spare part kereta api kuno, mesin hitung kuno, telepon kuno, dll). Sedangkan pada lorong kiri, terdapat beberapa benda kuno lainnya seperti jam dinding dan lampu mercusuar.

Di museum ini pula terdapat kereta api uap bergigi yang merupakan satu-satunya di dunia yang masih bisa dioperasikan. Hanya sayangnya waktu aku di sana, kereta uap tersebut baru dioperasikan pukul 2 siang, sedangkan masih banyak tempat lain yang ingin kukunjungi pada hari itu.

Rawa Pening

Jujur, aku sudah mempersiapkan mental untuk ke Rawa Pening. Mempersiapkan mental untuk kecewa karena referensi dari beberapa orang yang sudah berkunjung ke tempat ini tidak begitu bagus. Tetapi karena salah satu teman seperjalananku hendak berkunjung ke rumah sanak keluarganya yang terletak bersampingan dengan Rawa Pening, aku pikir tidak ada salahnya untuk menengok tempat ini.

Ternyata tidak seburuk yang disampaikan. Rawa yang terletak di area seluas 2.670 Ha ini dikelilingi oleh gunung. Gulungan awan berwarna putih keperakan berarak-arak seiring hembusan angin sepoi-sepoi. Aku melihat beberapa orang nelayan sedang asyik menebar jala, sedangkan yang lainnya sedang mengayuh perahunya ke arah tengah telaga. Aku memanjakan mataku sambil memandang gunung yang dipenuhi oleh pepohonan hijau, telaga yang berair tenang. Sungguh sangat menenangkan, jauh dari hiruk pikuk perkotaan.

Berdasarkan legenda, Rawa Pening terbentuk dari kemarahan seorang pemuda miskin bernama Jaka Baru Klinting. Jaka Baru Klinting adalah seorang yang sakti, namun ia dikutuk oleh seorang penyihir jahat sehingga dia mempunyai luka di sekujur tubuhnya yang tidak pernah mengering. Jaka Baru Klinting berkelana untuk mencari orang yang dapat menyembuhkannya. Berdasarkan mimpi, ia akan disembuhkan oleh seorang janda baik hati.

Suatu hari tibalah Jaka Baru Klinting di sebuah desa yang dipenuhi oleh orang-orang sombong. Kedatangan Jaka Baru Klinting memicu kemarahan warga, karena mereka tak ingin melihat seorang pemuda berpenampilan lusuh dan dekil. Hanya seorang janda tua bernama Nyai Latung saja yang mau memberikan perhatian kepadanya, termasuk ketika Klinting minta makan-minum.

Pada suatu hari diadakanlah sebuah pesta meriah. Jaka Baru Klinting menyelinap masuk ke dalam pesta tersebut, namun akhirnya ketahuan dan akhirnya ia diseret keluar sambil diludahi dan diejek. Ejekan dan perlakuan tak adil itu membuat Jaka Baru Klinting marah hingga ia menantang warga setempat untuk mencabut lidi yang ia tancapkan ke tanah. Di luar dugaan, warga tak ada yang sanggup melakukan itu.

Beberapa hari kemudian Jaka Baru Klinting mencabut lidi itu, keluarlah air dari tanah di mana lidi tadi tertancap. Makin lama makin banyak hingga akhirnya menenggelamkan seluruh warga Ngebel selain Nyai Latung dan menjadi sebuah telaga. Jaka Baru Klinting kemudian berangsur-angsur pulih setelah dirawat oleh Nyai Latung.

Namun penyihir jahat, tetap tak terima, hingga di suatu ketika, Baru Klinting kembali di kutuk. Namun aneh, kali ini kutukan bukan berupa penyakit, tapi malah merubah tubuhnya menjadi ular yang sangat besar dengan kalung yang berdentang pada lehernya.

Versi lain menyebutkan, ular ini sering keluar dari sarangnya tepat pukul 00.00 WIB. Setiap ia bergerak, dentingan kalung di lehernya selalu berbunyi; klentang klenting. Akhirnya, bunyi ini pula yang membuatnya di kenal sebagai Baru Klinting.

Konon, nelayan yang sedang kesusahan karena tidak mendapat ikan, pasti akan beruntung jika Baru Klinting lewat tak jauh dari tempatnya. Itu yang membuat legenda kehadirannya telah menjadi semacam berkat yang paling di tunggu-tunggu.

Candi Gedong Songo

Terletak di lereng gunung Ungaran, tepatnya di desa Candi, kecamatan Bandungan. Suasana pada saat itu sedang sangat ramai karena terdapat siswa-siswi SMU yang berkemah dan wall climbing. Setelah membeli tiket masuk seharga Rp 5.000/orang, aku berjalan menyusuri jalan setapak yang berundak-undak. Udara yang sejuk sangat menunjang perjalanan yang melelahkan ini. Apabila berjalan mengitari seluruh komplek candi yang tersebar di 6 titik yang berbeda, berarti akan menempuh 4 Km atau 2 jam jalan kaki. Bagi yang ingin hemat tenaga, bisa menyewa kuda.

Klenteng Sam Poo Khong (Gedung Batu)


Hari sudah menjelang sore pada saat aku berkunjung ke Klenteng Sam Poo Kong di kawasan Simongan Semarang, namun suasana klenteng masih cukup ramai pengunjung yang sekedar melihat-lihat ataupun yang khusus datang untuk berdoa.

Setelah membayar tiket masuk seharga Rp 5.000/orang, aku beserta team melenggang masuk. Klenteng Sam Poo Kong terbagi menjadi 3 bangunan utama. Pada saat pertama melangkahkan kaki, aku langsung disambut dengan aroma wangi dupa. Cukup memusingkan bagiku yang sangat sensitif terhadap aroma. Terdapat 2 arca yang terbuat dari batu kali kokoh. Beberapa lampion sengaja digantung di pepohonan, semakin memperkental suasana oriental.

Aku melangkah semakin jauh. Aku melihat beberapa patung di halaman tengah yang berhadapan dengan kuil. Halamannya begitu luas. Berdasarkan informasi, di halaman klenteng kadang kala diadakan lomba barongsai.

Klenteng Sam Poo Kong menjadi cukup terkenal karena dipercaya Laksamana Cheng Ho pernah singgah di tempat ini. Dahulu tanahnya milik orang kaya Yahudi bernama Yohanes yang meminta sejumlah uang kepada orang-orang Cina yang ingin berdoa di klenteng ini. Sampai akhirnya Oei Tjie Sien, seorang hartawan Cina, membeli tanah ini dari Yohanes supaya orang-orang Cina ini bisa berdoa dengan gratis. Di komplek gedong batu ini ada gua kecil tempat yang dikeramatkan. Namun menurut kabar, gua itu bukanlah yang asli karena yang asli telah hilang terkena angin topan pada 1704.

Lawang Sewu















Nah, ini dia tempat spooky di Semarang. Bangunan kuno yang terletak di tengah kota Semarang dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda 1904-1907 ini konon dipercaya oleh warga Semarang sebagai gedung berhantu. Nama Lawang Sewu diambil karena banyaknya pintu dan jendela berukuran besar di seluruh bagian gedung. Kesan angker gedung yang dahulunya dipergunakan sebagai kantor Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) terasa sangat kental karena fisik gedung yang kurang terawat, gelap, dan lembab. Sewaktu aku ke sana, seluruh pagar bangunan dilapisi seng karena sedang dilakukan peremajaan gedung bangunan.

Setiap turis wisatawan yang tertarik berkunjung dan menjelajahi ruang-ruang di dalam Gedung Lawang Sewu, hanya dikenakan biaya Rp 5.000/orang (sudah termasuk jasa guide).

Tugu Muda

Terletak di satu lokasi namun bersebrangan dengan Gedung Lawang Sewu. Tugu Muda berbentuk seperti lilin yang berdiri tegak. Tugu ini merupakan ikon kota Semarang. Di sekeliling Tugu Muda dibangun taman yang semakin mempercantik kawasan kota dan air mancur yang memancur sepanjang siang. Pada malam hari lampu artifisial semakin memperindah kekokohan tugu tersebut.

Klenteng Cheng Ho

Keistimewaan klenteng ini adalah adanya miniatur kapal Laksamana Cheng Ho serta patung Budha berkalungkan bunga di bagian depan kuil. Klenteng ini terletak pada kawasan china town kota Semarang.

Gereja Blendug

Merupakan gereja tertua di Jawa Tengah. Dibangun oleh masyarakat Belanda yang tinggal di kawasan kota lama Semarang pada 1753. Keunikan bangunan gereja ini terletak pada bentuk bangunannya yang hexagonal (persegi delapan) dan kubah berlapis perunggu pada bagian atap gereja. Pada tahun 1894 bangunan ini direnovasi oleh W. Westmaas dan H.P.A. de Wilde dengan menambahkan dua menara pada bagian depan gedung. Bangunan ini sekarang dipergunakan oleh GPIB Imanuel.

Susah sekali memotret gedung gereja ini karena harus beradu kecepatan dengan kendaraan yang berlalu lalang.

Kawasan gereja Blendug sering dijadikan spot bagi para penggemar fotografi dan latar pemotretan pre wedding.

Kantor Cabang Semarang

Benernya sih bukan tempat wisata dan aku sudah pernah sekali mengunjungi kantor cabang Semarang, tapi yach....untuk menghabiskan waktu, kami memutuskan untuk sejenak singgah di kantor.

Simpang Lima

Sebenarnya sehari sebelumnya, tepatnya Jumat malam aku sudah mengunjungi tempat ini. Tapi aku kecewa karena hanya lapangan sepi dan kosong di tengah kota Semarang yang dikelilingi oleh banyak mall dan masjid Baitul Rahman.

Suasana berbeda muncul pada saat mengunjungi tempat ini di Sabtu malam minggu, benar-benar berubah drastis: Sangat ramai! Penuh pedagang asongan yang menawarkan beraneka macam dagangan mulai makanan, baju, sepatu, pernak-pernik, hingga balon, orang-orang berlalu lalang, dsb. Apalagi pada saat itu sedang ada panggung artis ibukota yang disponsori oleh produsen rokok dan balap mobil. Benar-benar tumpah ruah di satu lokasi. Benar-benar hidup!

Tuesday, June 1, 2010

Wisata Kuliner di Semarang

Kota Semarang memang terkenal sebagai salah satu kota yang kaya akan tempat-tempat wisata kuliner. Sebut saja lumpia, soto bangkong, kue moachi, bandeng presto, sate kempleng, tahu baxo, serabi, dll yang sudah begitu terkenal. Jadi begitu salah seorang teman kantor mengajakku untuk mengunjungi kampung halamannya, aku langsung mengiyakan sambil membayangkan menyantap nasi ayam di gang pinggir yang lezat atau nasi goreng babat atau soto daging ... hmmm yummy!

Tapi rupanya waktu yang ada sebagian besar terserap untuk mengunjungi tempat-tempat wisata yang ada di Ambarawa dan Semarang, sehingga kali ini aku kurang bisa melakukan salah satu hobbyku, yaitu wisata kuliner.

Es Kelapa Muda

Tidak seperti kebanyakan es kelapa muda yang aku ketahui, di mana air dan serutan daging kelapa muda disajikan dengan es batu dan sirup cocopandan atau karamel (gula pasir yang dilelehkan bersama air dengan komposisi 50:50), es kelapa muda di Semarang disajikan dengan gula jawa. Ternyata rasanya sangat menyegarkan, apalagi waktu itu aku menikmatinya pada saat matahari sedang bersinar dengan sangat terik!
Versi lidahku seperti minum es dawet namun tanpa cendol dan mutiara hehehehe

Soto Ayam

Pada hari kedua aku berada di Semarang, oleh sang tuan rumah aku bersama teman-temanku diajak sarapan pagi soto ayam di Raya Ngaliyan - Semarang. Kalau menilik dari tempat / warung soto ayam yang hanya berukuran 2 meter x 4 meter serta geber spanduk nama warung soto tersebut yang sudah memudar, kesannya kok kurang meyakinkan.

Pak Saeful - pemilik warung berpose narsis

Tapi jika dilihat dari deretan kendaraan yang parkir di depan warung plus bangku-bangku panjang di dalam warung yang penuh diduduki orang-orang yang sedang menikmati hidangan soto, aku menjadi yakin sekali kalau menu ini sangat layak untuk dicoba.

Coba lihat sajian soto ayam khas Semarang....hmmm begitu mengundang selera kan?

Soto ayam khas Semarang disajikan tanpa koya, kuahnya cenderung bening seperti kuah sup. Tak heran jika soto ayam terkadang juga disebut sup. Walau bening, bukan berarti tidak mantap, justru sebaliknya. Perpaduan bumbu yang pas, didominasi dengan aroma bawang goreng dan bawang putih goreng serta perasan jeruk nipis semakin menyempurnakan rasa.

Soto ayam khas Semarang disajikan dalam porsi kecil (seporsi = semangkuk sup hidangan prasmanan). Iseng-iseng bertanya kenapa disajikan dalam mangkuk sekecil itu, dijawab memang porsi makan orang Jawa Tengah rata-rata sedikit, tidak seperti orang Jawa Timur...hahahaha buset deh, aku kan orang Jawa Timur!

Tidak seperti soto ayam pada umumnya, soto ayam Semarang disajikan dengan hidangan pendamping: perkedel kentang, tempe goreng, sate telur puyuh, sate jerohan, dan sate ayam. Khusus untuk berbagai jenis sate tersebut, diolah bukan dengan dibakar di atas bara, melainkan dibumbu seperti kuah kecap.

Selain enak di lidah, ternyata menu ini ramah di kantong. Sewaktu aku menikmati soto ayam khas Semarang ini, aku ditemani oleh 3 orang teman plus 1 orang driver, dan ternyata hanya perlu merogoh kocek Rp 30.000,- padahal itu sudah termasuk minum dan berbagai macam hidangan pendamping....murah meriah! ^_^