Tuesday, March 30, 2010
Budaya Paskah (Bagian 3 - habis): Domba dan Babi
Monday, March 29, 2010
Budaya Paskah (Bagian 2): Kelinci Paskah
Jujur...aku sebagai pemeluk agama Nasrani merasa tidak setuju dengan banyak tampilnya ikon kelinci ataupun telur di masa Paskah. Walaupun untuk murid-murid Sekolah Minggu, adalah hal yang sangat seru mencari telur yang disebar di berbagai sudut halaman gereja. Karena bagiku pribadi, terutama setelah mengerti dan memaknai keindahan kematian dan kebangkitan Yesus....seharusnya hal itu yang dititikberatkan: cinta kasih Yesus pada manusia sehingga Dia rela memberikan nyawaNYA untuk tebus manusia. Dia yang tidak bersalah, dibuatnya menjadi bersalah.
Ok, kembali ke perihal kelinci paskah...kelinci dipakai sebagai salah satu ikon Paskah karena kelinci adalah simbol kesuburan dan kehidupan baru. Hal ini bisa dilihat dari mudahnya kelinci beranak pinak.
Di zaman kuno, jauh sebelum Zaman Pertengahan di Eropa, kelinci dan telur merupakan simbol kesuburan karena di awal musim semi burung-burung bertelur dan kelinci-kelinci melahirkan banyak anak. Simbol ini berkaitan dengan Eostre, dewi musim semi dan kesuburan dari kepercayaan kuno Jerman. Festival dewi ini diperingati pada hari di mana matahari berada pada titik vernal equinox, yaitu sekitar tanggal 21 Maret. Menurut suatu legenda terkenal, Eostre pernah menyelamatkan seekor burung yang sayapnya membeku saat musim dingin dengan cara menyihirnya menjadi kelinci. Karena dulu kelinci itu adalah seekor burung, sang kelinci pun masih bisa bertelur.
Menurut legenda, kelinci paskah membawa keranjang yang penuh berisi telur, permen, dan mainan yang bewarna-warni ke rumah anak-anak pada malam Paskah. Kelinci Paskah itu akan entah menaruh keranjang tersebut di suatu tempat atau menyembunyikannya di dalam rumah anak itu agar supaya sang anak keesokan paginya mencarinya. Kelinci Paskah memiliki kemiripan-kemiripan dengan Sinterklas yang membawa hadiah untuk anak-anak yang tidak nakal pada malam sebelum hari Paskah/Natal. Sumber legenda tersebut bervariasi, namun kelinci tersebut sudah dikenal sejak 1600; beberapa sumber menyebutkan legenda tersebut berasal dari mitos kesuburan, sementara yang lain menghubungkannya dengan peranan kelinci di dalam ikonografi Kristen.
Kelinci Paskah tidak pernah mempunyai makna religius dalam perayaan Paskah, meskipun dagingnya yang putih, kadang-kadang, dikatakan melambangkan kemurnian dan tanpa cela. Gereja tidak pernah memberikan pemberkatan istimewa bagi kelinci.
Kelinci pertama kali dipakai sebagai simbol Paskah di Alsace dan barat daya Jerman. Makanan yang terbentuk dari kue dan gula berbentuk kelinci pertama kali dibuat pada awal 1800-an. Kelinci Paskah kemudian diperkenalkan ke Amerika oleh para imigran Jerman yang mendarat di Pensylvania pada tahun 1700-an. Kedatangan Osterhase pada malam Paskah selalu dinantikan anak-anak, hampir sama seperti menanti kedatangan Sinterklas.
Sesuai tradisi, anak-anak membuat sarang kelinci yang berwarna-warni di pojok tersembunyi. Jika mereka berkelakuan baik, maka Osterhase akan menaruh telur di dalam sarang itu. Seiring waktu, sarang diganti menjadi keranjang anyam dan tempat tersembunyi diganti dengan serunya mencari tempat disembunyikannya keranjang anyam tersebut.
Budaya Paskah (Bagian 1): Telur Paskah
Telur paskah berasal dari tradisi kesuburan kaum Indo-Eropa dalam menyambut musim semi. Orang Persia
saling menghadiahkan telur pada saat musim semi yang menandakan dimulainya tahun yang baru. Tradisi ini begitu melekat sehingga sulit dihapus karena memang Paskah biasanya jatuh pada awal musim semi.
Telur dipakai menjadi simbol musim semi karena telur adalah simbol kesuburan. Nama "Easter" sendiri diambil dari nama dewa musim semi - Eostre. Selain itu ada alasan yang sangat praktis menjadikan telur sebagai tanda istimewa Paskah, yaitu karena dulu telur merupakan salah satu makanan pantang selama Masa Prapaskah. Sehingga pada masa Paskah, jumlah telur yang ada sangat banyak.
Tradisi menyembunyikan telur-telur paskah dimulai di Inggris pada abad ke-18. Menurut legenda, hanya anak-anak yang berkelakuan baik yang akan mendapat telur warna-warni di atas jerami yang mereka taruh di dalam topi mereka bersama hadiah-hadiah lain. Kebiasaan ini berakar kuat di Jerman di mana telur-telur disebut Dingeier (telur-telur yang dihutang). Sehingga berkembanglah berbagai macam pantun di Perancis, Jerman, Austria dan Inggris, di mana anak-anak, bahkan hingga sekarang, menuntut telur-telur Paskah sebagai hadiah mereka.
Di beberapa daerah di Irlandia, anak-anak mengumpulkan telur-telur angsa dan bebek sepanjang Pekan Suci, untuk diberikan sebagai hadiah pada Minggu Paskah. Sebelumnya, pada Minggu Palma, mereka membuat sarang-sarang kecil dari batu, dan sepanjang Pekan Suci mereka mengumpulkan sebanyak mungkin telur, menyimpannya dalam sarang-sarang batu mereka yang tersembunyi. Pada Minggu Paskah, mereka memakan semuanya, membaginya dengan anak-anak lain yang masih terlalu kecil untuk mengumpulkan telur-telur mereka sendiri.
Orang-orang dewasa juga memberikan telur-telur sebagai hadiah di Irlandia. Jumlah telur yang akan dihadiahkan ditentukan menurut peribahasa kuno di kalangan rakyat Irlandia: Satu telur untuk pria sejati; dua telur untuk pria terhormat; tiga telur untuk yang miskin; empat telur untuk yang termiskin/pengemis
Pada abad pertengahan, Raja Edward I dari Inggris (1307) memerintahkan agar 450 butir telur direbus menjelang Paskah, diberi warna atau dibungkus dengan daun keemasan kemudian dibagi-bagikan kepada seluruh anggota keluarga kerajaan pada Hari Raya Paskah.
Di kebanyakan negara, telur-telur diberi warna polos dengan pewarna dari tumbuh-tumbuhan. Di kalangan orang Kasdim, Suriah dan Yunani, umat Eastern Ortodhox Church saling menghadiahkan telur-telur berwarna merah yang menyimbolkan darah Kristus. Di daerah-daerah di Jerman dan Austria, hanya telur-telur berwarna hijau saja yang dipergunakan pada Hari Kamis Putih, tetapi telur-telur yang berwarna-warni dipergunakan selama perayaan Paskah. Orang-orang Slavia membuat pola-pola istimewa dengan emas dan perak.
Tradisi telur Paskah berkembang di antara bangsa-bangsa Eropa Utara dan di Asia. Tetapi, di Eropa Selatan dan juga di Amerika Selatan, tradisi telur Paskah tidak pernah menjadi populer.
Membagi-bagikan telur pada Perayaan Paskah akhirnya dapat diterima oleh gereja karena telur memberikan makna religius: adanya kehidupan, di mana Yesus memberikan hidup baru melalui kebangkitanNYA.
Wednesday, March 24, 2010
Depot Gudeg Bu Toegijo
Tuesday, March 23, 2010
Nasi Goreng Jawa RM Soto Pak Djayus
Yang istimewa dari Nasi Goreng Pak Djayus adalah bumbunya. Sang koki tidak menggunakan saos tomat untuk memberikan warna pada nasi melainkan hasil giling tomat, cabe merah, bawang putih, dan bawang merah....benar-benar nyata bedanya jika dibandingkan dengan nasi goreng jawa yang menggunakan saos tomat sebagai salah satu bumbu penyedap. Dan semakin nikmat dengan irisan daging ayam kampung serta telur rebus. Hmmm...aku suka banget! Padahal biasanya aku paling anti dengan menu masakan nasi goreng, tapi kali ini aku dibuat bertekuk lutut.
Selain menu soto ayam, RM Soto Pak Djayus juga memiliki beberapa alternatif menu pilihan seperti Mie Goreng Jawa dan Mie Kuah Jawa. Pilihan minuman juga bervariatif, mulai dari soft drink, es campur, es teler, serta aneka juice.
Hampir setiap hari Minggu pagi aku beserta keluarga singgah di tempat ini. Aku suka dengan suasana tempat makan yang bersih dan terkesan lapang karena terdapat banyak jendela yang "mencuri" pemandangan taman di sekeliling RM Soto Pak Djayus. Banyaknya bukaan, juga menghadirkan sirkulasi udara yang sehat. Hal lain yang membuat aku betah bersantap di sini adalah nuansa natural yang dihadirkan dengan dekorasi batu alam pada bagian lantai. Suasana Jawa semakin kental dengan hadirnya beberapa ornamen cermin berukuran raksasa dengan kayu berukir sebagai bingkainya dan para pegawai yang selalu mengenakan busana batik. Sungguh, menciptakan iklim bersantap yang santai dan nyaman.
Saturday, March 20, 2010
Warung Soto Cak To
Thursday, March 18, 2010
Cak Son
Wednesday, March 17, 2010
Foot Note: Makassar (Day 1)
Aku berangkat ke Makassar dengan penerbangan paling pagi dari Surabaya (pukul 6 WIB) karena waktu traveling yang sempit, jadi harus memaximalkan seluruh waktu yang tersedia dan rela berkorban...nah, salah satu pengorbanannya adalah bangun pukul 3 subuh dan berangkat ke bandara pukul 4.30 pagi dengan sepeda motor...brrrr adem banget rasanya, mana keadaan masih sangat gelap!
Aku pertama kali menjejakkan kaki di Makassar pukul 8.30 WITA. Wah, ternyata Bandara Hasanuddin lebih bagus jika dibandingkan dengan Bandara Juanda. Wow! Letak Bandara Hasanuddin 30-45 menit dari Makassar jika ditempuh melalui jalur tol. Begitu melangkah keluar bandara, aku langsung diserbu puluhan supir taxi, baik taxi resmi bandara maupun taxi gelap yang menawarkan jasa mereka. Menyebalkan sekali, serasa di Terminal Purabaya / Bungurasih. Walau sudah kukatakan bahwa aku dijemput, mereka masih gigih menawarkan jasa. Yach, tidak bisa disalahkan karena itu adalah sumber pendapatan mereka.
Singkat cerita, akhirnya aku bertemu dengan 2 orang cabang yang ditunjuk untuk menjemputku dan mengantarku jalan-jalan. Benar-benar fasilitas istimewa dari kepala cabang Makassar...matur nuwun banget, pak! Serasa dianakemaskan :)
Oleh Bapak Fachruddin dan Ibu Ratna - orang cabang yang ditugaskan khusus untuk mengawalku, aku dibawa langsung menuju Kabupaten Maros, tepatnya ke tempat wisata air terjun Bantimurung dan Goa Batu.
KUDAPAN KHAS BUGIS
Begitu memasuki gerbang Kabupaten Maros, kami mampir sejenak di kedai Jalangkote Air Tahu untuk membeli kudapan dan air mineral untuk selama perjalanan menuju Kecamatan Bantimurung. Sebenarnya di kedai ini terdapat berbagai macam kudapan, hanya saja aku lebih suka untuk mencari kudapan khas yang tidak pernah kutemui sebelumnya. Mataku langsung tertarik pada kudapan khas Makassar: bolu kukus dan kue putu.
Bolu kukus layaknya kue mangkok di Jawa, terbuat dari tepung beras. Hanya bedanya dicampur dengan gula jawa sehingga berwarna coklat dan alasnya terbuat dari daun pandan yang dibentuk persegi.
Sedangkan kue putu...sebenarnya ada juga di Jawa, penganan yang terbuat dari tepung beras yang dikukus dalam batang bambu berukuran 5 cm, bedanya kue putu di sana tidak berisikan gula jawa dan parutan kelapa langsung dicampur dalam adonan dan dibungkus layaknya lontong dengan lembaran daun pisang. Benar-benar enak disantap kala masih hangat ^_^
AIR TERJUN BANTIMURUNG
Akhirnya tiba juga di tempat wisata air terjun Bantimurung. Aku beruntung karena mengunjungi tempat ini pada saat hari biasa sehingga tidak ramai pengunjung. Berdasarkan info dari Ibu Ratna, pada masa libur atau akhir pekan tempat ini sangat ramai sehingga sulit mendapatkan tempat parkir dan harus berjalan jauh untuk memasuki gerbang.
Setelah puas menjelajahi museum kupu-kupu, berbasah-basah di air terjun, dan menyusuri Goa Batu, kami bertiga kembali bertolak menuju Makassar untuk memenuhi undangan kepala cabang Makassar makan siang bersama.
Artikel lebih detail mengenai air terjun Bantimurung bisa dibaca di: http://mycoratcoretz.blogspot.com/2010/03/foot-note-bantimurung.html
BENTENG (FORT) ROTTERDAM
Setelah makan siang, aku diajak menuju Benteng (Fort) Rotterdam. Tiket masuk yang dikenakan Rp 3.000/orang dewasa, oleh penjaga stand tiket, kami ditawari jasa guide selama berkeliling benteng, tapi kami menolaknya.
Di dalam benteng ini terdapat museum di sisi kiri dan kanan gerbang museum. Museum yang terletak di sisi kiri berisikan benda-benda pra sejarah manusia purba, material bangunan museum, mata uang kuno, dan keramik-keramik cina kuno (guci, piring) yang cantik. Sedangkan museum yang terletak di sisi kanan berisikan kehidupan bahari di Sulawesi Selatan, mulai dari miniatur kapal pinisi, alat penangkap ikan, senjata tradisional, dll. Pada bagian tengah benteng terdapat bangunan gereja. Oh ya, pada sisi kiri gerbang benteng, terdapat ruang-ruang tahanan yang sudah dialihfungsikan menjadi kantin dadakan...sayang sekali karena seharusnya bisa menjadi spot yang menarik.
TRANS STUDIO THEME PARK
Puas menjelajahi benteng selama 45 menit, kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju ikon baru kota Makassar: Trans Studio Theme Park. Sungguh, tempat ini membuatku penasaran setengah mati karena konon merupakan wahana permainan indoor terbesar seAsia. Gambaran yang ada di dalam kepalaku seperti wahana indoor di Genting Highlands - Malaysia. Studio ini terletak 3 menit dari Pantai Losari (Jalan HM Dg Ptompo - Metro Tanjung Bunga).
Tiket masuk ke Trans Studio sebesar Rp 100.000/orang. Harga tersebut untuk kartu studio pass yang dapat diisi ulang (berlaku seumur hidup) dan enterance untuk 15 pilihan wahana permainan dari puluhan wahana yang ada. Sekali lagi aku beruntung...seharusnya ada beberapa wahana yang masih dikenakan charge tambahan Rp 25.000/orang/wahana (Bioskop 4D, Magic Thunder Coaster, Dragon's Tower, Jelajah, dan Dunia Lain), tapi entah kenapa pada saat itu aku dapat bermain dalam wahana-wahana tersebut gratis!!! Asyik aja kalau begini :D
Di Trans Studio tidak diperbolehkan untuk membawa makanan dan minuman dari luar, binatang peliharaan, dan tidak diperkenankan juga untuk merokok. Pengawasan cukup ketat karena pada pintu masuk terdapat beberapa petugas yang akan memeriksa tas bawaan pengunjung.
Setiap akhir pekan, Studio ini biasanya banjir artis ibukota. Sewaktu di sana kebetulan ada Olla (OKB).
Secara pribadi, aku kecewa berkunjung ke Trans Studio karena wahana yang ada sebagian besar diperuntukkan untuk anak-anak berusia 5-15 tahun. Sedangkan wahana yang bisa dinikmati oleh orang dewasa jumlahnya sangat terbatas (hanya sekitar 5 wahana saja dan masih dikenakan charge tambahan di luar harga tiket masuk). Menurutku Dufan-Jakarta jauh lebih menarik, walaupun tidak dipungkiri di Trans Studio suasana lebih nyaman karena tidak terkena terik matahari.
PANTAI LOSARI
Tak terasa 2 jam aku asyik bermain di Trans Studio. Hari sudah sore ketika kami keluar dari Trans Studio, kami langsung meluncur ke Pantai Losari. Pantai ini adalah pantai hasil urug. Terdapat rentangan sepanjang 1 KM, tempat sempurna untuk menyaksikan sunrise dan sunset...bagus sekali! Tidak mengherankan kalau ada yang mengatakan di tempat ini terdapat sunrise dan sunset terindah sedunia. Bangganya jadi orang Indonesia!
Monday, March 8, 2010
Wisata Kuliner di Makassar
Kapurung + Ikan Parede + Barobbo
Ini adalah menu khas pertama yang aku cicip setiba di Makassar. Beberapa rekan kantor cabang membawaku ke RM Aroma Luwu yang berlokasi di Jalan Rajawali.
Setelah menghabiskan sepiring besar kapurung dan ikan parede, menu lain disajikan: barobbo. Barobbo sepintas tampak seperti bubur manado, hanya saja bahan utamanya adalah jagung, labu, bayam...sebagai teman menikmati barobbo, disajikan pula ikan asin goreng, irisan jeruk nipis, kemangi, dan sambal. Benar-benar nikmat! Aku langsung jadi fans barobbo.
Sup Konro
Walaupun namanya mie kering, sebenarnya menu yang satu ini termasuk dalam kategori masakan berkuah. Bentuknya tidak terlalu berbeda jauh dengan Tamie Goreng Cap Jay, hanya bedanya yang disajikan dalam adonan kuah kental hanya sawi hijau dan irisan ayam. Dan tidak ketinggalan potongan jeruk nipis...rasanya orang Makassar mania jeruk nipis deh...tiap menu masakan di sana sebagian besar disajikan dengan irisan jeruk nipis. Aku menikmati mie kering Anto di Jalan Bali yang sangat terkenal di Makassar, sehingga tidak heran jika banyak yang mengantri untuk makan di tempat ini. Tempat ini buka hingga pukul 4 pagi setiap harinya. Sebenarnya ada tempat makan lain yang juga menyajikan menu yang sama di Jalan Irian, hanya saja tempatnya lebih kecil dan yang mengantri juga banyak, jadi aku lebih memilih Mie Kering Anto di Jalan Bali.
Gila...bener-bener puas berwisata kuliner di sana!
Thursday, March 4, 2010
Foot Note: Bantimurung
Ada apa sih di Kabupaten Maros?
Setelah puas bermain air, aku menaiki tangga yang terbuat dari beton di sebelah kiri air terjun. Tangga ini menuju goa yang bernama Goa Batu. Yang tertulis di papan penunjuk arah sih, jarak dari air terjun menuju goa adalah 800 meter, tapi setelah menaiki 96 anak tangga, ternyata masih harus menyusuri jalan setapak di dalam hutan, menyebrangi jembatan reyot yang terbuat dari kayu, dan naik tangga lagi! Untungnya, perjalanan tidak terasa karena mataku dimanjakan oleh kegemulaian berpuluh kupu-kupu yang berterbangan. Kata guide yang menemaniku, jikalau sedang musimnya (Juni-Oktober) aku bisa melihat ribuan kupu-kupu berterbangan di lokasi ini. Pantaslah tempat ini juga disebut sebagai Kingdom of Butterfly.
Ternyata tidak hanya keelokan gemulai kepakan sayap kupu-kupu cantik yang menghibur perjalananku menuju goa...tidak jauh dari lokasi air terjun utama, terdapat juga danau yang airnya berwarna kehijauan dan air terjun kedua. Kawasan danau dan air terjun kedua Bantimurung merupakan kawasan terlarang. Jika dilihat sepintas, kelihatannya danau terlihat tenang. Tapi ternyata kawasan danau ini telah menelan banyak korban jiwa, sehingga oleh pengelola lokasi wisata dibatasi oleh pagar besi.
Di dekat tempat aku break, aku melihat terdapat sebuah makam yang kelihatannya sangat terawat di sebelah kiri jalan setapak. Rasa penasaranku timbul karena tidak melihat tulisan apapun pada batu nisan makan itu. Berdasarkan informasi yang aku dapatkan dari para guide, makam itu adalah makam Raja Bantimurung.
Setelah break sejenak sambil menikmati pemandangan danau, aku kembali melanjutkan perjalanan menuju goa. Kali ini kedua guide yang mengawalku membawa sebuah lampu petromax untuk menerangi perjalanan kami selama di dalam goa nantinya. Harga sewa lampu petromax adalah Rp 50.000,- sedangkan untuk sebuah senter adalah Rp 10.000,- Aku lebih memilih menggunakan lampu petromax karena cahaya yang dihasilkan lebih terang.
Sebelum memasuki goa, kembali aku harus menapaki beberapa buah anak tangga. Di pertengahan anak tangga, tiba-tiba salah seorang guide memukul batu kapur yang meruncing pada bagian kiri atas kepalaku. Batu itu berbunyi nyaring. Rupanya batu itu seperti laiknya bel permisi mengunjungi goa.
Baru kali ini deh masuk goa yang benar-benar goa. Gelap sekali dan tanah tempat aku berpijak adalah tanah liat yang sedikit basah, jadi bisa terbayang betapa licinnya jalan di dalam goa...harus extra hati-hati. Goa ini sangat istimewa bagi penduduk Kabupaten Bantimurung karena konon di goa ini Raja Bantimurung mengasingkan diri untuk bertapa. Berdasarkan informasi yang aku peroleh dari guide, Raja Bantimurung bertapa di tempat ini seraya memanjatkan doa agar Bantimurung dapat terkenal sampai ke daerah luas.Menyusuri goa sambil menikmati keindahan stalaktit dan stalakmit yang bertambah setiap centimeternya setiap 60 tahun! Wow...kalau melihat stalaktit yang menjulur begitu panjangnya, bisa jadi goa ini sudah sangat tua.
Ada beberapa bebatuan di dinding goa yang boleh terbilang unik. Ada batu monyet, batu kaki gajah, dan satu lagi...batu jodoh. Bagi yang masih single dan ingin mendapatkan jodoh atau bagi pasangan yang ingin hubungan mereka berakhir di pelaminan, mengikatkan tali atau plastik di sekeliling batu jodoh. Bagi yang percaya, niscaya permohonan mereka akan terkabul.
Batu monyet
Batu kaki gajah
Batu jodoh
Kami kembali menyusuri goa lebih dalam lagi. Kali ini kami harus memasuki sebuah celah lorong sempit di dalam goa. Kedua rekan kantor cabang memutuskan untuk tidak memasuki celah tersebut karena alasan kesehatan. Tapi aku sudah kepalang tanggung, lanjutkan!
Setelah menyusuri lorong sempit itu, ternyata terdapat sebuah ruangan goa yang sangat luas. Di tempat inilah Raja Bantimurung bertapa, wudhu, dan shollat. Ada yang istimewa dari tempat wudhu Raja Bantimurung, yang merupakan sumber mata air kecil di dalam goa. Masyarakat di sana percaya bahwa bagi siapa saja yang membasuh mukanya dengan air itu, maka akan awet muda....wow, langsung aja aku membasuh mukaku di sana...penghematan ongkos facial kalo memang benar demikian hehehe Tempat bertapa Raja Bantimurung
Tempat shollat Raja Bantimurung
Tempat wudhu Raja Bantimurung / Sumur awet muda
Aku puas menyusuri goa dan memutuskan untuk kembali. Kebetulan, jam makan siang sudah tiba dan aku diundang Kepala Cabang Makassar untuk makan siang bersama. Pada saat melewati gerbang luar, aku melihat banyak penjaja suvenir berupa kupu-kupu yang diawetkan. Suvenir ini ditawarkan mulai harga Rp 10.000 sampai jutaan rupiah.