"Cukuplah saja berteman denganku
Janganlah kau meminta lebih
Ku tak mungkin mencintaimu
Kita berteman saja
Teman tapi mesra"
Janganlah kau meminta lebih
Ku tak mungkin mencintaimu
Kita berteman saja
Teman tapi mesra"
Aku mempunyai seorang TTM. Kalau kami berjalan berdua, setiap orang yang belum mengenal kami, pasti mengira kalau kami sepasang kekasih atau suami istri. Kami pertama kali bertemu sewaktu kami di bangku SMP kelas 3. Waktu itu dia adalah siswa baru. Tidak ada yang istimewa sama sekali dari penampilannya atau pembawaannya. Dia didudukkan di bangku belakangku. Semenjak itu kami menjadi teman baik.
Tidak ada rahasia di antara kami. Kami saling melengkapi walaupun kepribadian kami jauh berbeda. Dia adalah seorang yang pemalu, sedangkan aku sering kali malu-maluin hahahaha...
Begitu melangkah ke bangku SMU, kami terpisah karena kami memilih sekolah favorit kami masing-masing. Tapi kami rutin berkomunikasi via telepon, tidak tanggung-tanggung...sekali telepon bisa sampe 2-3 jam! Aku sendiri sampai bingung, apa aja ya yang kami bicarakan pada saat itu sampai mulut berbusa (mengherankan, mengingat dia termasuk orang yang agak pendiam). Padahal kami juga rutin saling mengirim surat dan kartu ucapan (kami baru mengenal internet semasa di bangku kuliah). Benar-benar seperti 2 orang yang sedang dimabuk cinta, bahkan ibuku sendiri sampai sangat percaya dia adalah kekasihku hehehehe
Kami tidak sungkan untuk berpelukan bilamana salah satu dari kami mengalami sesuatu yang membebani pikiran. Itu adalah salah satu ungkapan kami, pada saat kami tidak tahu harus berkata apa...hanya ingin menenangkan dan menyiratkan kalau kami ada dan mendukung. Dia adalah satu-satunya laki-laki yang pernah sekali kuijinkan untuk menciumku tanpa adanya ikatan emosional romantis.
Jujur, kami pernah saling tertarik satu sama lain...mungkin karena kecocokan dan kenyamanan kami dalam menjalin komunikasi. Kami pernah mempergumulkan hal ini dengan sangat. Sungguh sebuah momen pengambilan keputusan yang berat. Kami akhirnya sampai di suatu titik...kami jauh lebih takut kehilangan seorang sahabat daripada kehilangan salah satu dari kami sebagai seorang kekasih, walau pada saat itu ketertarikan di antara kami begitu kuat. Bila kami adalah sepasang kekasih, ada kemungkinan suatu hal mengakibatkan hubungan kami berakhir...dan kami tidak menginginkan hal itu sama sekali. Memang kelihatannya alasan ini tidak masuk di nalar, tapi itulah yang sebenarnya.
Sekarang, dia sudah menikah. Aku sangat beruntung karena istrinya bisa menerima dan mengerti persahabatan kami. Aku tetap mendapat perlakuan istimewa darinya sebagai seorang sahabat...kami tetap bisa jalan berdua, kami mempunyai akun email khusus untuk komunikasi kami. Tapi tentu saja, sekarang ada batasan di antara kami karena kami harus menjaga perasaan pasangan (semua yang kami lakukan harus atas sepengetahuan dan seijin pasangan, kami harus menjaga kepercayaan yang sudah diberikan kepada kami - ini adalah komitmen kami)....dan ya, sekarang dia tidak kuperbolehkan untuk menciumku lagi hahahaha...
0 comments:
Post a Comment