Goa Maria Kerep
Tempat doa ini terletak di Kab. Ambarawa (kisaran 2 jam perjalanan dengan mobil dari Semarang). Berbeda dengan Goa Maria Pohsarang - Kediri yang pernah aku kunjungi sebelumnya, Goa Maria Kerep lebih kecil. Begitu turun dari kendaraan yang kutumpangi, aku langsung disambut ibu-ibu penjual lilin dan bunga segar potong untuk dipersembahkan di altar Bunda Maria.
Suasana Goa Maria Kerep pada saat itu cukup ramai. Ada beberapa rombongan dari luar kota yang datang berkunjung untuk berziarah. Selain itu, ada juga rombongan anak-anak TK yang mengadakan kebaktian padang di sana.
Letaknya yang di daerah berbukitan membuat udara di Goa Maria Kerep sejuk dan pada saat berdoa sayup-sayup terdengar suara arus air sungai yang mengalir. Benar-benar menciptakan suasana yang hening untuk berdoa.
Museum Kereta Api
Museum ini terletak 12 Km dari Goa Maria Kerep. Museum ini dahulunya merupakan sebuah stasiun yang dibangun oleh Willem I untuk memudahkan transportasi, oleh karenanya museum ini juga dikenal dengan sebutan stasiun Willem I.
Museum terbagi menjadi 3, yakni: lorong kiri, bangunan pada bagian tengah, dan lorong kanan. Pada lorong kanan terdapat belasan gerbong kereta api kuno yang ditata sedemikian rupa sehingga menarik untuk dijadikan obyek fotografi. Pada bagian tengah yang berupa bangunan, difungsikan menjadi ruang pamer museum (
spare part kereta api kuno, mesin hitung kuno, telepon kuno, dll). Sedangkan pada lorong kiri, terdapat beberapa benda kuno lainnya seperti jam dinding dan lampu mercusuar.
Di museum ini pula terdapat kereta api uap bergigi yang merupakan satu-satunya di dunia yang masih bisa dioperasikan. Hanya sayangnya waktu aku di sana, kereta uap tersebut baru dioperasikan pukul 2 siang, sedangkan masih banyak tempat lain yang ingin kukunjungi pada hari itu.
Rawa Pening
Jujur, aku sudah mempersiapkan mental untuk ke Rawa Pening. Mempersiapkan mental untuk kecewa karena referensi dari beberapa orang yang sudah berkunjung ke tempat ini tidak begitu bagus. Tetapi karena salah satu teman seperjalananku hendak berkunjung ke rumah sanak keluarganya yang terletak bersampingan dengan Rawa Pening, aku pikir tidak ada salahnya untuk menengok tempat ini.
Ternyata tidak seburuk yang disampaikan. Rawa yang terletak di area seluas 2.670 Ha ini dikelilingi oleh gunung. Gulungan awan berwarna putih keperakan berarak-arak seiring hembusan angin sepoi-sepoi. Aku melihat beberapa orang nelayan sedang asyik menebar jala, sedangkan yang lainnya sedang mengayuh perahunya ke arah tengah telaga. Aku memanjakan mataku sambil memandang gunung yang dipenuhi oleh pepohonan hijau, telaga yang berair tenang. Sungguh sangat menenangkan, jauh dari hiruk pikuk perkotaan.
Berdasarkan legenda, Rawa Pening terbentuk dari kemarahan seorang pemuda miskin bernama Jaka Baru Klinting. Jaka Baru Klinting adalah seorang yang sakti, namun ia dikutuk oleh seorang penyihir jahat sehingga dia mempunyai luka di sekujur tubuhnya yang tidak pernah mengering. Jaka Baru Klinting berkelana untuk mencari orang yang dapat menyembuhkannya. Berdasarkan mimpi, ia akan disembuhkan oleh seorang janda baik hati.
Suatu hari tibalah Jaka Baru Klinting di sebuah desa yang dipenuhi oleh orang-orang sombong. Kedatangan Jaka Baru Klinting memicu kemarahan warga, karena mereka tak ingin melihat seorang pemuda berpenampilan lusuh dan dekil. Hanya seorang janda tua bernama Nyai Latung saja yang mau memberikan perhatian kepadanya, termasuk ketika Klinting minta makan-minum.
Pada suatu hari diadakanlah sebuah pesta meriah. Jaka Baru Klinting menyelinap masuk ke dalam pesta tersebut, namun akhirnya ketahuan dan akhirnya ia diseret keluar sambil diludahi dan diejek. Ejekan dan perlakuan tak adil itu membuat Jaka Baru Klinting marah hingga ia menantang warga setempat untuk mencabut lidi yang ia tancapkan ke tanah. Di luar dugaan, warga tak ada yang sanggup melakukan itu.
Beberapa hari kemudian Jaka Baru Klinting mencabut lidi itu, keluarlah air dari tanah di mana lidi tadi tertancap. Makin lama makin banyak hingga akhirnya menenggelamkan seluruh warga Ngebel selain Nyai Latung dan menjadi sebuah telaga. Jaka Baru Klinting kemudian berangsur-angsur pulih setelah dirawat oleh Nyai Latung.
Namun penyihir jahat, tetap tak terima, hingga di suatu ketika, Baru Klinting kembali di kutuk. Namun aneh, kali ini kutukan bukan berupa penyakit, tapi malah merubah tubuhnya menjadi ular yang sangat besar dengan kalung yang berdentang pada lehernya.
Versi lain menyebutkan, ular ini sering keluar dari sarangnya tepat pukul 00.00 WIB. Setiap ia bergerak, dentingan kalung di lehernya selalu berbunyi; klentang klenting. Akhirnya, bunyi ini pula yang membuatnya di kenal sebagai Baru Klinting.
Konon, nelayan yang sedang kesusahan karena tidak mendapat ikan, pasti akan beruntung jika Baru Klinting lewat tak jauh dari tempatnya. Itu yang membuat legenda kehadirannya telah menjadi semacam berkat yang paling di tunggu-tunggu.
Candi Gedong Songo
Terletak di lereng gunung Ungaran, tepatnya di desa Candi, kecamatan Bandungan. Suasana pada saat itu sedang sangat ramai karena terdapat siswa-siswi SMU yang berkemah dan wall climbing. Setelah membeli tiket masuk seharga Rp 5.000/orang, aku berjalan menyusuri jalan setapak yang berundak-undak. Udara yang sejuk sangat menunjang perjalanan yang melelahkan ini. Apabila berjalan mengitari seluruh komplek candi yang tersebar di 6 titik yang berbeda, berarti akan menempuh 4 Km atau 2 jam jalan kaki. Bagi yang ingin hemat tenaga, bisa menyewa kuda.Klenteng Sam Poo Khong (Gedung Batu)
Hari sudah menjelang sore pada saat aku berkunjung ke Klenteng Sam Poo Kong di kawasan Simongan Semarang, namun suasana klenteng masih cukup ramai pengunjung yang sekedar melihat-lihat ataupun yang khusus datang untuk berdoa.Setelah membayar tiket masuk seharga Rp 5.000/orang, aku beserta team melenggang masuk. Klenteng Sam Poo Kong terbagi menjadi 3 bangunan utama. Pada saat pertama melangkahkan kaki, aku langsung disambut dengan aroma wangi dupa. Cukup memusingkan bagiku yang sangat sensitif terhadap aroma. Terdapat 2 arca yang terbuat dari batu kali kokoh. Beberapa lampion sengaja digantung di pepohonan, semakin memperkental suasana oriental.
Aku melangkah semakin jauh. Aku melihat beberapa patung di halaman tengah yang berhadapan dengan
kuil. Halamannya begitu luas. Berdasarkan informasi, di halaman klenteng kadang kala diadakan lomba barongsai.
Klenteng Sam Poo Kong menjadi cukup terkenal karena dipercaya Laksamana Cheng Ho pernah singgah di tempat ini. Dahulu tanahnya milik orang kaya Yahudi bernama Yohanes yang meminta sejumlah uang kepada orang-orang Cina yang ingin berdoa di klenteng ini. Sampai akhirnya Oei Tjie Sien, seorang hartawan Cina, membeli tanah ini dari Yohanes supaya orang-orang Cina ini bisa berdoa dengan gratis. Di komplek gedong batu ini ada gua kecil tempat yang dikeramatkan. Namun menurut kabar, gua itu bukanlah yang asli karena yang asli telah hilang terkena angin topan pada 1704.
Lawang Sewu
Nah, ini dia tempat
spooky di Semarang. Bangunan kuno yang terletak
di tengah kota Semarang dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda 1904-1907 ini konon dipercaya oleh warga Semarang sebagai gedung berhantu. Nama Lawang Sewu diambil karena banyaknya pintu dan jendela berukuran besar di seluruh bagian gedung. Kesan angker gedung yang dahulunya dipergunakan sebagai kantor
Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) terasa sangat kental karena fisik gedung yang kurang terawat, gelap, dan lembab. Sewaktu aku ke sana, seluruh pagar bangunan dilapisi seng karena sedang dilakukan peremajaan gedung bangunan.
Setiap turis wisatawan yang tertarik berkunjung dan menjelajahi ruang-ruang di dalam Gedung Lawang Sewu, hanya dikenakan biaya Rp 5.000/orang (sudah termasuk jasa guide).
Tugu Muda
Terletak di satu lokasi namun bersebrangan dengan Gedung Lawang Sewu. Tugu Muda berbentuk seperti lilin yang berdiri tegak. Tugu ini merupakan ikon kota Semarang. Di sekeliling Tugu Muda dibangun taman yang semakin mempercantik kawasan kota dan air mancur yang memancur sepanjang siang. Pada malam hari lampu artifisial semakin memperindah kekokohan tugu tersebut.
Klenteng Cheng Ho
Keistimewaan klenteng ini adalah adanya miniatur kapal Laksamana Cheng Ho serta patung Budha berkalungkan bunga di bagian depan kuil. Klenteng ini terletak pada kawasan
china town kota Semarang.
Gereja Blendug
Merupakan gereja tertua di Jawa Tengah. Dibangun oleh masyarakat Belanda yang tinggal di kawasan kota lama Semarang pada 1753. Keunikan bangunan gereja ini terletak pada bentuk bangunannya yang hexagonal (persegi delapan) dan kubah berlapis perunggu pada bagian atap gereja. Pada tahun 1894 bangunan ini direnovasi oleh W. Westmaas dan H.P.A. de Wilde dengan menambahkan dua menara pada bagian depan gedung. Bangunan ini sekarang dipergunakan oleh GPIB Imanuel.
Susah sekali memotret gedung gereja ini karena harus beradu kecepatan dengan kendaraan yang berlalu lalang.
Kawasan gereja Blendug sering dijadikan spot bagi para penggemar fotografi dan latar pemotretan pre wedding.
Kantor Cabang Semarang
Benernya sih bukan tempat wisata dan aku sudah pernah sekali mengunjungi kantor cabang Semarang, tapi yach....untuk menghabiskan waktu, kami memutuskan untuk sejenak singgah di kantor.
Simpang Lima
Sebenarnya sehari sebelumnya, tepatnya Jumat malam aku sudah mengunjungi tempat ini. Tapi aku kecewa karena hanya lapangan sepi dan kosong di tengah kota Semarang yang dikelilingi oleh banyak mall dan masjid Baitul Rahman.
Suasana berbeda muncul pada saat mengunjungi tempat ini di Sabtu malam minggu, benar-benar berubah drastis: Sangat ramai! Penuh pedagang asongan yang menawarkan beraneka macam dagangan mulai makanan, baju, sepatu, pernak-pernik, hingga balon, orang-orang berlalu lalang, dsb. Apalagi pada saat itu sedang ada panggung artis ibukota yang disponsori oleh produsen rokok dan balap mobil. Benar-benar tumpah ruah di satu lokasi. Benar-benar hidup!