Ini adalah kali pertama aku mengunjungi Pulau Madura dan aku tidak sendiri, melainkan bersama 7 orang teman dari millis yang aku ikuti. Mereka mayoritas datang dari Jakarta, bahkan ada salah satunya yang datang dari Singapura khusus untuk mengunjungi Pulau Madura. Kami sengaja memilih tanggal 23-24 Oktober 2010 untuk mengunjungi Pulau Madura karena pada 24 Oktober 2010 di Pamekasan diselenggarakan event Karapan Sapi Tingkat Nasional Piala Presiden. Sebuah even besar yang setiap tahunnya diselenggarakan di Pulau Madura.
HARI KE-1
Matahari masih belum sepenuhnya menyapa ketika aku tiba di bandara untuk menjemput teman-teman millisku. Senang sekali rasanya bertemu dengan mereka secara langsung karena selama ini kami hanya menjalin keakraban dan bertukar informasi via internet, walau ada 2 dari mereka yang sudah pernah bertemu denganku sebelumnya. Kami sudah sangat bersemangat untuk menjelajahi Pulau Madura lantaran belum ada seorangpun dari kami yang sudah pernah ke sana.
Setelah menyantap sarapan sate kelapa dan sate ayam di Jalan Walikota Mustajab, mobil Elf yang kami sewa langsung meluncur ke Pulau Madura. Setelah membayar tiket menyeberang jembatan Suramadu (Rp 30.000), kami menyebrangi jembatan paling panjang di Indonesia itu. Mobil sengaja melaju dengan kecepatan rendah, kami ingin mencuri momen untuk memotret di jembatan itu (tentu saja sambil menghindari petugas patroli). Untung saja karena hari masih pagi, suasana jembatan masih sangat sepi sehingga kami bebas mengabadikan momen.
Hanya dibutuhkan waktu 10 menit ternyata untuk menyebrangi jembatan Suramadu. Begitu menuruni jembatan Suramadu, kami langsung disambut para pedagang yang menjajakan suvenir dan snack khas Madura di sepanjang kiri kanan jalan. Setelah sepakat akan mampir pada perjalanan pulang, kami terus meluncur menuju kota Bangkalan.
Mercusuar Ujung Piring - Socah, Bangkalan
Ini adalah spot wisata pertama yang kami kunjungi. Untuk mencapai spot wisata ini tidaklah sulit karena jalan cukup lebar dan sudah teraspal. Hanya saja mendekati lokasi mercusuar, jalan menyempit dan tidak lagi beraspal. Kami kemudian berjalan kaki sekitar 50 meter menuju lokasi sambil menikmati pemandangan pantai dan tanaman bakau.
Mercusuar yang dibangun pada tahun 1879 oleh Z.M.Willem III masih terawat dengan sangat baik. Dari 17 lantai, aku hanya mampu naik hingga lantai ke-9....kaki pegal menaiki anak tangga dan nafas tersengal karena udara pengap (karena jendela tidak boleh dibuka) plus aroma cat. Sayang sekali, padahal tinggal 7 lantai lagi. View dari jendela mulai lantai ke-5 sampai 9 sangat cantik.
Tidak ada patokan pasti mengenai retribusi wisata, kami hanya memberikan tips bagi penjaga mercusuar yang setiap 3 bulan berotasi tugas.
Paseseh (Desa Batik) - Bangkalan
Nah, kalo sudah jatuh cinta dengan batik Madura yang berwarna cerah dan motifnya yang besar-besar....di sini tempatnya. Di tempat ini bisa melihat pembuatan batik tulis Madura plus membeli aneka ragam batik tulis Madura yang dijual mulai range harga Rp 20.000 - Rp 200.000 (jika pandai menawar, harga bisa lebih bersahabat di kantong).
Kami hanya berhenti sebentar di Paseseh lantaran bahan bakar mobil kami menipis dan pom bensin terdekat masih 3 km setelah Paseseh...terbuanglah kesempatan untuk hunting batik tulis Madura hiks hiks. Sebenarnya terdapat pom bensin tepat sebelum Paseseh, hanya sayangnya stok solar telah habis, jadi kami terpaksa meneruskan perjalanan selama beberapa menit tanpa AC untuk menghemat bahan bakar.
Untunglah pom bensin berikutnya masih memiliki stock solar yang memadai dan puji Tuhan, di lantai atas kantor pom bensin terdapat cafe yang menjual aneka macam makanan, mulai dari mie goreng, pecel, ayam goreng, lele, dll dengan harga yang sangat terjangkau...Tuhan memang selalu memberi yang terbaik ^_^
Dataran Tinggi Tamberu, Ketapang
Setelah kenyang menyantap makan siang, kami kembali melanjutkan perjalanan. AC kembali menyala, cihuy. Pada saat kami melintasi jembatan Tamberu menuju spot wisata kami selanjutnya, kami melihat sungai yang dipenuhi oleh perahu-perahu berukir dan berwarna-warni di sepanjang jalan. Luar biasa cantiknya perahu-perahu itu! Kami memutuskan untuk berhenti dan mengabadikan kemolekan perahu-perahu nelayan Madura.
Air Terjun Toroan - Ketapang
Boleh dibilang spot wisata air terjun Toroan adalah surga tersembunyi di Madura karena hanya diketahui oleh warga tertentu saja. Kami sempat terkecoh pada saat mencari lokasi air terjun ini. Sampai 3x kami mondar-mandir di tempat yang sama karena jalanan sepi dan sangat jarang kami menemui orang untuk ditanyai. Hanya beberapa orang yang sedang menggarap kebun mereka atau menambang batu yang bisa kami tanyai, itupun jarang yang fasih berbahasa Indonesia.
Ternyata ada jalan setapak di samping jembatan yang menjorok menuju ke laut. Sekali lagi kami terkecoh karena kami sama sekali tidak melihat air terjun atau mendengar gemuruh air terjun di penghujung jalan setapak itu, melainkan pantai.
Lalu aku bertanya kepada seorang Bapak yang kebetulan melintas di jalan setapak tersebut. Dia menunjuk ke arah kiri pantai. Aku hanya melihat tumpukan gambut di sepanjang pantai. Tapi rasa penasaranku membuatku terus melangkah di antara tumpukan gambut dan batu karang. Setelah menyusuri kurang lebih 5 menit, aku melihat asap air! Semangatku kembali bangkit...aku berseru pada teman-teman seperjalananku bahwa air terjunnya sudah ditemukan.
Air terjun Toroan hanya setinggi 10 meter. Aliran airnya berasal dari sungai bawah tanah yang mengalir di bukit batu dan langsung dibuang ke laut. Penat dan rasa gerah langsung lenyap begitu kami tiba di tempat ini. Benar-benar worthed menyusuri jalan setapak dan tumpukan gambut hingga menemukan surga mini ini. Hebatnya lagi, keindahan ini dapat kami nikmati tanpa pungutan retribusi apapun.
Pantai Slopeng - Sumenep
Setelah puas berlama-lama di air terjun Toroan, kembali kami meneruskan perjalanan. Kali ini tujuan kami adalah Pantai Slopeng di Sumenep.
Pasir di pantai ini bertekstur seperti bedak bubuk berwarna krem. Lembut sekali di kaki. Untuk memasuki tempat wisata ini cukup merogoh Rp 3.000/orang, tapi berhubung kami tiba di lokasi menjelang petang, kami hanya dipungut retribusi pengunjung Rp 1.000/orang.
Kami sibuk mengabadikan moment sunset dengan sisa waktu yang ada. Nelayan mulai merapat ke pantai sambil membawa hasil tangkapan ikan mereka. Hari makin gelap, terlebih gelap lagi karena di daerah itu listrik sedang padam.
Sumenep (Ibu Kota Madura)
Karena hari sudah semakin gelap, kami sepakat untuk tidak meneruskan perjalanan ke Pantai Lombang yang terkenal dengan keindahan Cemara Udangnya. Kami bergegas menuju Sumenep karena kami harus segera check-in hotel di Pamekasan.
Kami memutuskan untuk singgah di kota Sumenep untuk makan malam. Kami mampir di salah satu depot yang menyediakan menu khas Madura di Jalan Trunojoyo. Setali tiga uang, tidak ingin membuang moment, kami menjelajahi Sumenep.
Masjid Agung Jamik - Sumenep adalah spot pertama yang kami singgahi. Tidak seperti kebanyakan masjid, masjid kuno ini berbentuk seperti layaknya keraton. Dinding masjid dicat berwarna putih dan berhias warna emas di setiap sudutnya.
Kami lalu berjalan menuju keraton Sumenep. Sebenarnya sudah bukan waktu berkunjung, tapi atas kegigihan kami untuk menerobos masuk dan kebaikan hati dan keramahan para penjaga pintu, kami diijinkan masuk.
Oleh mereka, kami diantar berkeliling sembari berbagi pengetahuan mengenai lingkungan keraton Sumenep. Kami bahkan diijinkan untuk menengok kemegahan kamar tidur raja dan permaisuri, serta ruang kerja raja. Benar-benar suatu keberuntungan.
Di sisi lokasi keraton terdapat Taman Sare. Di taman ini terdapat sebuah kolam yang airnya dipercaya dapat mengabulkan permintaan bagi yang membasuh wajahnya. Ada 3 tangga menurun menuju kolam. Tangga pertama dilalui untuk awet muda, ringan jodoh, dan cepat mendapatkan keturunan. Tangga kedua dilalui untuk kekayaan dan jabatan. Sedangkan tangga ketiga dilalui untuk memurnikan hati...entah apa maksudnya hehehe.
Api Yang Tak Kunjung Padam - Dhaka, Pamekasan
Perjalanan dari Sumenep menuju Pamekasan lumayan jauh (kurang lebih 2 jam). Begitu tiba di hotel dan meletakkan barang bawaan kami di masing-masing kamar, kami sepakat untuk langsung menuju tempat wisata api yang tak kunjung padam sembari menunggu air mengisi penuh bak di kamar mandi kami. Karena waktu sudah pukul 9 malam dan driver yang kami sewa sudah kelelahan, kami mencarter angkot (elf) yang kebetulan lewat dan dalam kondisi kosong. Harga yang kami sepakati adalah Rp 150.000 untuk perjalanan pp. Ternyata perjalanan menuju api yang tak kunjung padam cukup jauh. Kondisi jalan menuju situs juga kurang terawat, untung supir angkot sangat mahir berkendara. Untuk masuk ke lokasi wisata ditarik retribusi Rp 5.000/mobil.
Di kisaran lokasi banyak terdapat kios-kios dengan aneka macam barang dagangan. Karena sebelumnya tidak sempat membeli batik, kali ini aku menyempatkan diri untuk membeli batik tulis Madura. Secarik kain batik tulis Madura sepanjang 2 meter aku peroleh hanya seharga Rp 20.000,- padahal sebelumnya sang pedagang menawarkan seharga Rp 45.000,-
Pukul 11 malam kami kembali ke hotel dan langsung tertidur. Selesailah sudah perjalanan kami hari ini.
HARI KE-2
Candi Burung - Pamekasan
Berdasarkan informasi yang kami peroleh, seru-serunya karapan sapi baru setelah pukul 12 siang. Jadi pagi harinya kami manfaatkan untuk mengunjungi satu-satunya situs candi peninggalan Majapahit di Madura, yaitu Candi Burung.
Candi Burung terletak di Desa Candi Burung, desa ini terletak di pedalaman Pamekasan. Desa ini rupanya adalah desa pengrajin batik tulis Madura. Beruntung sekali kami bisa melihat proses pembuatan batik tulis dengan menggunakan arang. Di sini batik tulis halus Madura yang harganya bisa ratusan ribu di Surabaya, hanya dijual seharga Rp 125.000,-
Tak banyak yang tahu mengenai situs ini, bahkan warga desa Candi Burung sekalipun. Kami banyak bertanya kepada warga desa mengenai situs ini. Untunglah akhirnya kami bertemu dengan seorang Bapak yang tahu akan lokasi candi ini. Kami diantar ke lokasi. Ternyata lokasi candi berada di tengah sawah dan candi sudah dalam kondisi tidak utuh, alias berupa reruntuhan bebatuan. Sayang sekali oleh warga sekitar tidak dirawat.
Oleh warga setempat kami seakan turis dadakan. Seluruh kampung turun ke sawah hanya untuk melihat kami asyik memotret situs candi hahahaha
Nonton Karapan Sapi Tk Nasional (Stadion Noto Hadi Negoro)
Akhirnya tiba juga moment yang menjadi motivator kami berkunjung ke Madura. Penonton sudah berjubel, wajar saja karena ini adalah even besar di Madura dan ditambah lagi tiket masuk yang hanya Rp 5.000,-
Kami tidak menunggu sampai acara selesai karena teman-teman harus mengejar pesawat. Sesuai rencana, kami mengambil jalur utara untuk rute pulang. Menyusuri jalan dengan pemandangan pantai di sisi jalan. Pantai Jumiang dan Pantai Camplong adalah dua di antaranya. Tidak ada yang istimewa dari kedua pantai tersebut.
Karena tidak keburu waktu, kami akhirnya juga tidak mampir ke Hutan Nepa (Sangeh kalau di Bali). Guess, we will arrange another trip to Madura ^_^
Catatan:
- Biaya trip Rp 300.000/orang (meliputi sewa mobil elf+driver@ Rp 600.000/hari, retribusi wisata, hotel room twin sharing Rp 50.000/hari, BBM, tol, parkir, sewa angkot, tips). Biaya trip tidak termasuk meal (rata-rata berkisar Rp 5.000 - Rp 15.000) dan pembelian suvenir.
- Bawalah bekal selama perjalanan karena spot-spot wisata di Madura saling berjauhan
- Bawalah sun block, kacamata hitam, dan topi karena cuaca sangat panas
- Bawalah kain atau sarung jika menginap di hotel backpacker karena kondisi pelapis spring bed relatif kurang bersih
- GPS dan peta akan sangat membantu kelancaran perjalanan, driver yang mengenal Madura adalah suatu keberuntungan
- Foto-foto di atas diambil dengan menggunakan HP Nokia 6120 Classic....begitu semangatnya traveling, sampai lupa membawa kamera hehehe