"J****k, dah lama yo awak dewe ga pethuk..."
"Iyo, ngg****i, awakmu bedho yo saiki."
Sudah bisa ditebak kalau percakapan di atas adalah percakapan antara 2 orang yang berasal dari Surabaya dan sekitarnya (Malang, Gresik, dan Sidoarjo). Di kota-kota inilah, ungkapan makian menjadi ciri khas yang begitu membumi di kalangan usia remaja sampai dengan usia dewasa, tak peduli itu laki-laki atau wanita. Ungkapan makian itu merupakan ekspresi kedekatan / keakraban di antara orang-orang yang terlibat dalam suatu percakapan.
Sebagai orang yang lahir dan besar di kota pahlawan, aku sudah sangat biasa mendengar caci maki atau oleh arek Suroboyo sendiri disebut "misoh". Memang bagi orang yang tidak biasa mendengarkan hal itu, terkesan sekali kalau orang-orang Surabaya adalah orang-orang yang sangat kasar. Apalagi kalau yang mendengarkan itu adalah orang dari Jawa Tengah yang terkenal halus tutur kata dan penyampaiannya. Bisa jadi orang yang tidak biasa mendengar atau mengerti budaya kosakata kebun binatang di kota bonek Bajoel Ijo, menjadi sakit hati. Padahal kata-kata itu terucap begitu saja tanpa maksud untuk menghina atau menyakiti perasaan orang lain. Rasanya ada yang kurang kalau dalam suatu percakapan informal antar teman tanpa dibumbui kata makian.
Pernah suatu ketika aku pergi ke Jakarta dan sedikit tersesat. Putar-putar di jalan-jalan tikus ibukota untuk menemukan lokasi yang saya tuju. Senang sekali rasanya sewaktu saya mendengar kata makian di sana. Begitu familiar. Jadi lebih PD untuk bertanya-tanya mengenai arah yang harus saya tempuh dan merekapun juga lebih terbuka dalam menyampaikan informasi. Senang rasanya bertemu orang yang berasal dari daerah yang sama, serasa di rumah sendiri hehehehe
Tapi tentu saja ungkapan makian juga dipakai untuk mengungkapkan kemarahan. Untuk membedakannya cukup gampang, lihat saja ekspresi si pengucap. Arek Suroboyo sangat ekspresif kok dalam mengungkapkan emosi hehehehe pasti langsung kelihatan kok bedanya antara makian yang diucapkan karena amarah dan makian yang diucapkan dalam konteks keakraban. Contoh hidupnya, lihat saja aku!